Kominfo : Infodemik Menjadi Musuh Penanganan COVID-19
Foto : Diskusi virtual semangat kemerdekaan generasi pandemi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. |
iteNTB - Berbagai macam tantangan dalam menghadapi penanganan COVID-19, selain tantangan dalam upaya memutus penyebaran virus corona jenis baru atau SARS-CoV-2, hambatan lain yang juga dihadapi masyarakat adalah adanya infodemik seputar COVID-19.
Infodemik ini mengarah pada informasi berlebih akan sebuah masalah, sehingga kemunculannya dapat mengganggu usaha pencarian solusi terhadap masalah tersebut.
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi mengatakan, saat ini istilah infodemik kini sudah mengglobal karena turut memperburuk situasi dan tidak menolong sama sekali.
"Istilah Infodemik itu sudah mengglobal karena turut memperburuk situasi, kita saat ini di situasi pandemik, wabah global, bukan lokal. Infodemik tidak menolong situasi yang parah ini," katanya.
Selain itu, infodemik juga dapat berakibat fatal hingga menyebabkan korban nyawa. Fenomena itu yang sering muncul di tengah masyarakat, seperti misalnya informasi yang tidak benar mengenai salah satu obat penangkal COVID-19 yang membuat masyarakat justru merasa aman dengan adanya obat tersebut sehingga mengabaikan anjuran protokol kesehatan.
"Akibat infodemik ini bisa cukup fatal, sampai menyebabkan korban nyawa, misalnya informasi mengenai obat tapi hoaks, jadi lengah gak papa kalau kena, tinggal kasi bawang putih, padahal sebetulnya hoaks. Terus berbagai narasi yang menghasut tapi hoaks sehingga menyebabkan kepanikan di tengah masyarakat yang sudah cukup susah karena wabah ini, jadi kita kasihan sekali," ujarnya, Rabu (17/8/2021).
Dia menegaskan, pihaknya mencatat ada 1.857 isu hoaks yang beredar terkait penangan covid, vaksin dan juga PPKM. Misalnya ada isu kalau divaksin bisa menimbulkan epilepsi dimana hal tersebut tidaklah benar dan juga MUI telah menegaskan, kalau vaksin itu halal serta aman.
Ada tiga jangkauan untuk menghalau hoaks mulai dari hulu yaitu tentunya literasi jangka panjang mengedukasi masyarakat, selanjutnya level tengah yaitu menyaring dengan teknologi buatan dengan sabuah mesin milik kominfo.
Terakhir di level hilir, yaitu kerja sama dengan polri dan bila ditemukan ada pelanggaran maka bisa langsung diproses secara hukum. Sedangkan untuk mengakomodir perayaan kemerdekaan di masa pandemik, Pemerintah menciptakan Rumah Digital Indonesia (RDI). RDI diciptakan untuk memeriahkan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia di tengah pandemi virus corona.
Pemerintah mengimbau perayaan 17 Agustus tahun ini secara digital, tidak perlu berkumpul secara fisik demi mengurangi penyebaran virus corona. Masyarakat baik dewasa maupun anak-anak bisa ikut merayakan peringatan Kemerdekaan RI secara digital dengan mengakses situs rumahdigitalindonesia.id, baik melalui laptop maupun ponsel. Ketika membuka situs, pengunjung akan disambut musik khas Indonesia dan bisa melihat pemandangan 360 derajat Rumah Digital Indonesia.
Dalam RDI ini ada ruang komunitas, di ruang komunitas, pengguna bisa melihat pameran foto virtual dari jurnalis foto Indonesia, bertema Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
Pameran foto ini bisa ditemukan di ruang Pameran Foto Istana, berisi apa yang terjadi di Indonesia selama pandemi COVID-19. Di cerita kemerdekaan, pengguna bisa menemukan perayaan Hari Kemerdekaan di berbagai tempat, termasuk dari para diaspora Indonesia. Sementara di Cerita Indonesia, terdapat berbagai video edukasi tentang kekayaan alam maupun budaya Indonesia.
Disana juga ada ruang seni budaya, Seperti namanya, tempat ini untuk melihat beragam kesenian dan kebudayaan Tanah Air, termasuk ketika dipentaskan di luar negeri. Pengguna bisa memanfaatkan video yang ada di panggung tari untuk belajar tarian daerah. Selain panggung tari, ruang seni budaya juga berisi ruang musik, dinding puisi, dan pentas nusantara.
Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden mengatakan bahwa penyandang disabilitas punya hak mendapatkan informasi yang benar mengenai vaksinasi COVID-19. Maka dari itu sosialisasi yang dilakukan pun harus menyasar orang-orang terdekat mereka. Karena, salah satu tantangan vaksinasi pada penyandang disabilitas adalah karena masih banyak orang yang tidak paham.
"Literasi informasi, literasi digital, itu sangat minim sekali. Walaupun kita sudah setiap hari memberikan informasi kepada masyarakat, tapi untuk informasi ini sangat minim diterima teman-teman disabilitas," tegasnya.
Hal inilah yang dinilai Angkie menyebabkan banyak beredar hoaks dan informasi yang simpang siur, dan membuat para penyandang disabilitas menjadi bingung untuk percaya kepada siapa.
Pendiri Thisable Enterprise ini mengungkapkan bahwa para penyandang disabilitas sebenarnya adalah kelompok masyarakat yang berbasis komunitas.
"Teman-teman disabilitas akan lebih mempercayai apa yang komunitasnya bilang. Jadi untuk meminimalisir hoaks itu adalah bagaimana komunitas teman disabilitas itu mendapatkan akses informasi yang valid," tukasnya.
Pendiri Student Againts Covid Adriana Viola Miranda menegaskan, pihaknya memang membuat satu aplikasi yang bernama AMIGO dimana dia dan tim menawarkan solusi berupa pelayanan kesehatan dengan sistem telemedicine berbasis WhatsApp atau SMS bagi yang tidak memiliki akses ke internet, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi populasi rentan dengan kondisi kronis.
Adriana menjadi satu-satunya mahasiswa dari Indonesia di dalam tim AMIGO, bersama dengan anggota lain dari berbagai negara, yaitu Chili, Brasil, Argentina, Sri Lanka, dan Amerika Serikat. Anggota tim punya latar belakang profesi yang beragam mulai dari dokter, pakar kesehatan masyarakat, hingga ahli bioteknologi. Hanya Adriana dalam tim ini yang masih berstatus mahasiswi kedokteran.
Saat ini, tim AMIGO sedang dalam proses bekerja sama untuk pilot study dengan sebuah rumah sakit di Chili. Mahasiswa angkatan 2016 di Universitas Indonesia ini berharap solusi yang dibawakan AMIGO ke depannya dapat diimplementasikan juga di Indonesia.
"Jadi AMIGO diharapkan menjadi aplikasi yang aktif mendapatakan informasi terhadap penyakit pasien," tukasnya.
Adriana menegaskan, dirinya juga telah mencoba masuk ke RDI dan salah satu yang menjadi favoritnya adalah Ruang Literasi Digital, ruang ini berisi konten-konten dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk literasi digital, antara lain berasal dari Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Ruang Literasi Digital dibagi menjadi empat bagian, sesuai dengan modul Kementerian Kominfo untuk literasi digital, yaitu Kecakapan Digital, Budaya Digital, Etika Digital dan Keamanan Digital. Setiap subruang berisi video singkat tips tentang bermedia sosial yang sehat dan bijak.
Posting Komentar