24 C
id

Utang Pemprov NTB ke Kontraktor Mencapai Rp118 miliar. Terbanyak Pokir DPRD

Keterangan Foto: Ilustrasi


iteNTB - Utang program fisik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang belum terbayarkan kepada rekanan atau kontraktor sampai dengan November sebesar Rp118,6 miliar. 


Kepala Dinas Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB, Jamaludin menyebutkan utang terbesar program fisik tersebut merupakan aspirasi pokir 65 anggota DPRD NTB.  


"Totalnya ada 870 paket, dengan nilai mencapai Rp 118 miliar yang belum terbayar," ujarnya di Mataram, Selasa.


Ia menjelaskan, rata-rata program fisik tersebut kontrak Penunjukkan Langsung (PL) yang nilainya Rp200 juta per paket. Terdiri dari Paket Pokir sebanyak 641 paket dan reguler yang merupakan direktif Gubernur dan Wakil Gubernur NTB dan Sekda NTB sebanyak 229 paket. 


"Semuanya masuk dalam program APBD Murni 2021," terang Jamaludin.


Menurutnya, kondisi lambannya pembayaran itu dikarenakan kondisi keuangan daerah akibat COVID-19 yang seringkali terjadi recofosing.


"Kita maklumi karena memang ini terjadi secara nasional bukan hanya kita di NTB yang terdampak COVID-19," ucapnya.


Jamaludin menyampaikan, hingga saat ini realisasi pekerjaan fisik tersebut mencapai 97 persen, sementara realisasi pembayaran baru diangka 56 persen.


"Kalau kita lihat ini timpang sekali. Makanya itu yang ditanyakan anggota bisa nggak terbayar sampai akhir tahun ini, karena jumlahnya besar," ucapnya.


Sementara itu, terkait pembayaran kata Jamaludin, semuanya merupakan kewenangan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB. Sedangkan, pihaknya sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) teknis hanya bertugas membuat kontrak, melaksanakan tugas di lapangan, memastikan kualitas pekerjaan bagus dan selesai 100 persen dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan dimata hukum.


"Jadi masalah pembayaran bukan jadi ranah Perkim tapi BPKAD," ucapnya.


Lebih lanjut, disinggung apakah bisa selesai dibayar semuanya sampai akhir tahun?. Ia menegaskan, bahwa hal itu merupakan ranah BPKAD. Tetapi untuk mencetak Surat Pemintaan Membayar (SPM) pihaknya sanggup asal BPKAD telah menerbitkan Surat Penyediaan Dana terlebih dahulu.


"Informasi dari BPKAD, SPD yang keluar Rp8 miliar. Kami siap menerbitkan SPM. Sesuai mekanisme BPKAD Rp7 miliar untuk Pokir sisanya untuk reguler. Karena kasian juga kalau direktif tidak dibayarkan karena sama sama dikerjakan oleh rekanan," terangnya.


Meski demikian, ia tetap memastikan jika ada SPD yang keluar pembayarannya akan lebih dialokasikan untuk Pokir DPRD mengingat yang paling banyak jumlahnya adalah aspirasi wakil rakyat. 


Sekretaris Komisi IV DPRD NTB, H Asaat Abdullah mengaku kecewa, karena kondisi tersebut menurutnya akibat lemahnya perencanaan pendapatan daerah yang dilakukan oleh Bappenda tidak maksimal. Dampaknya PAD daerah rendah yang menyebabkan tidak bisa cepat terbayarkan program fisik ke rekanan.


Oleh karena itu, pihaknya mendorong supaya Kepala Bappenda NTB dievaluasi kinerjanya oleh gubernur.


"Kita minta agar dievalusi. Perencanaan pendapatannya lemah," tegas Asaat.


Asaat tidak ingin melihat pengalaman yang sama masih saja terjadi. Tahun 2020 pokir dewan di hutang sehingga jangan sampai tahun ini lagi dihutang Pemprov. Asaat menegaskan Pemprov harus membayar semua program yang sudah tuntas itu.


"Prinsipisnya kita mendesak harus dibayarkan. Bagaimanapun, prinsip kontrak itu berkeadilan. Rekanan tidak boleh dirugikan dari sisi pembayaran. Disatu sisi kalau pekerjaan lambat rekanan dikenakan denda. Ini kalau eksekuif terlambat harus juga didenda," katanya.



Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Posting Komentar

Ads Single Post 4