TV Digital, Untuk Siapa dan Kemana
Keterangan Foto: Ketua Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Suaeb Qury. |
iteNTB - Sejak tahun 2020 program pemerintah dan di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mulai menggaungkan pentingnya transformasi digitalisasi dan bukan itu saja, digitalisasi TV yang disebut (Analog Switch Off) dengan istilah migrasi TV. Bahkan televisi nasional dan lokal sudah mumulainya. Memahami ASO bagi masyarakat awam, tentu tidak mengerti dan bahkan mengetahui sama sekali atau bisa jadi tidak sepopuler YouTube dan Instagram atau Facebook yang sudah dalam genggaman.
Bukankah revolusi industri 4.0 dan menuju 5.0 yang mengharuskan perubahan besar-besaran dalam kehidupan dan sistem sosial masyarakat. Selaras dan sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengharuskan adanya migrasi televsi dan ini menjadi sebuah revolusi karena terdapat sebuah perubahan yang dikarenakan ada sesuatu yang baru (inovasi) yaitu digitalisasi penyiaran.
Inovasi kemudian menjadi sebuah revolusi yang mampu memberi perubahan yg besar dalam dunia industri pertelevisian. Lalu, bagaimana dengan masyarakat kelas bawah dan menengah. Dengan migrasi tv yang desertai inovasi akan mempengaruhi perilaku sosial dan ekonomi bagi masyarakat kelas bawah dan menengah.
Mengapa demikian, dalam banyak perspektif. Indonesia sebagai negara berkembang dan menuju negara maju, persyarat utamanya adalah tidak boleh lagi ada kata tertinggal dalam menerapkan Analog Switch Off, jika dibanding dengan negara-negara lainnya.
Pertanyaannya kemudian, apakah pemerintah sudah maksimal melakukannya?. Untuk memaksimalkan program migrasi TV yang sudah dan sedang berjalan dilakukan oleh pemerintah hari ini, tentu tidak cukup dengan melibatkan KPI atau Media TV yang sudah membangun kerjasama.
Namun, peran serta publik dan masyarakat sangat diperlukan untuk memaksimalkan, kehendak negara. Dalam konsep kolaborasi "Penta Helix" bahwa kegiatan kerjasama antar bidang Academic, Business, Community, Government, dan Media diperlukan untuk menunjang dan memajukan serta menjalankan suatu misi besar negara atau lembaga apapun. Dan hal yang sama juga apa yang dikemukan oleh Everest M Rogers "menyatakan bahwa sebuah ide baru (inovasi) itu harus didiskusikan kepada sebuah sistem sosial.
Rencana besar negara untuk lebih inovasi dan masyarakat lebih mengenal dengan istilah digital dan ramah serta menyesuaikan dengan kemajuan bangsa, itu juga bisa berjalan dan bilamana semua keunggulan diproduksi secara maksimal.
Dan gagasan besar dari Everes M Rogers dalam teori keunggulan, bisa menjadi pemicu dan daya ungkit untuk sebuah perubahan besar dan menuju negara maju. Begitu juga dengan kehendak negara agar masyarakat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Dari lima karakteristik inovasi serta keunggulan Rogers yakni pertama, keunggulan relatif menjelaskan bahwa keunggulan dan manfaat penting TV digital dibandingkan TV analog mempermudah bagi masyarakat dapat mengakses dengan cepat.
Kedua, makna kompatibilitas juga, sebuah keberhasilan dan inovasi yang dihasilkan oleh negara, dianggap konsisten dengan norma masyarakat/kepercayaan sistem nilai yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini bagaimana perbedaan ketika Analog Switch Off (ASO) didifusikan di masyarakat Indonesia dengan diluar di Indonesia.
Ketiga, kompleksitas juga mengajarkan masyarakat untuk tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya. Keempat, kata triabilitas dan observabalitas, digabungkan dengan kemampuan observasi merupakan tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain dan khususnya memberi manfaat bagi masyarakat.
Jika saja, teori dan aplikasinya bisa berjalan seirama dengan kebutuhan masyarakat hari ini, maka dari kelima karakter dan keunggulan yang ditawarkan oleh M.Rogers, bisa menjadi sebuah solusi hari ini. Sejalan dengan intervensi versus keberpihakan negara, melalui Permenkominfo No. 11 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran dan Undang-undang Cipta Kerja pasal 72 angka 8 (ASO), maka tidak bisa dipungkiri akan resistensi masyarakat dan lebih khusus lagi bagi komunitas penyiaran atau tv lokal yang sudah lama berkembang dan memiliki hak siaran.
Bilamana negara, sudah menyiapkan perangkat lunak dan kerasnya,maka seluruh instrumen negara akan bekerja maksimal dan masyarakat-pun menjadi bagian dari proses transisi dan migrasi tv yang sudah digaungakan sejak lama. Sudah saatnya bangsa ini untuk belajar dari negara maju dan berkembang yang sudah lama memakai ASO, seperti Jepang yang sudah menyelesaikannya pada tahun 2011, disusul Korea Selatan tahun 2012, Malaysia dan Singapura juga sudah selesai tahun 2019. Mengapa bangsa kita, sampai hari ini belum bisa ASO terlaksana dengan cepat dan masif. Memang, jika dirunut persoalan ASO belum berjalan di Indonesia, tidak terlepas dari komplesitas negara kepulauan jumlah penduduk yang besar dan tingkat kesadaran serta pendidikan masyarakat yang masih rendah.
Sebagai bagian dari instrumen Negara keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat maupun Daerah yang berfungsi sebagai jembatan bagi masyarakat yang mendapat informasi baik televisi maupun radio, diharapkan memaksimalkan sosialisasi pentingnya migrasi tv atau digitalisasi.
Bersamaan dengan fungsi dan peran KPID NTB, kehadiran komisi informasi juga menjadi penting untuk menyampaikan pentingnya keterbukaan informasi yang berhubungan dengan migrasi televisi bagi masyarakat.
Penulis
Suaeb Qury
Ketua Komisi Informasi Provinsi NTB
Posting Komentar