Baru Rp201 Juta, Realisasi PAD Gili Trawangan Sulit Capai Target Rp366 Miliar
Keterangan Foto: Kawasan Tiga Gili (Trawangan, Meno, dan Air) di Kabupaten Lombok Utara. |
iteNTB - Ketua Komisi DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Syirajuddin menilai target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp366 miliar yang direncanakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk kawasan wisata Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara akan sulit tercapai di 2022.
"Pertanyaan kami, apa yang mendasari atau melatarbelakangi Pemerintah Provinsi (Pemprov), khususnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sehingga berani memproyeksikan target PAD sebesar Rp366 miliar dari objek atau lahan milik Pemprov seluas 65 hektar ini, sementara realisasinya sampai Agustus ini baru mencapai angka Rp201 juta," ujarnya di Gedung DPRD NTB di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan Komisi I DPRD secara tegas meminta kepada Pemprov NTB melalui Biro Hukum agar dapat memperlihatkan dokumen resmi yang dimiliki oleh Pemprov NTB terkait dengan kepemilikan aset tersebut serta payung hukum yang diterbitkan dalam melakukan pengelolaan aset Gili Trawangan yang memperkuat rencana PAD sebesar Rp366 miliar.
"Regulasi yang mengatur terkait dengan adanya perikatan dan kerjasama dengan pihak pengelola itu harus jelas. Sebab jika tidak ada regulasi yang memayunginya maka bisa jadi itu akan menjadi pungutan liar. Kami sudah pertanyakan hal itu ke Karo Hukum saat rapat dengan Komisi I, namun Karo Hukum belum bisa menjelaskan soal itu. Makanya kami akan agendakan rapat lanjutan terkait dengan masalah ini agar OPD-OPD terkait ini dapat melengkapi dokumennya untuk kita pelajari dan telaah lebih lanjut," ucap Syirajuddin.
Pentingnya mempelajari dokumen atau berkas terkait pengelolaan Gili Trawangan ini, menurutnya, agar dapat dilakukan telaahan secara bersama terkait dengan landasan eksekutif dalam menargetkan PAD yang begitu fantastis tersebut.
"Makanya kontrak kerja itu harus kita pelajari dengan tujuan yaitu bagaimana kita sehatkan kembali APBD ini dengan memproyeksikan secara rasional baik itu pendapatan maupun belanja. Kalkulasi yang dibuat itu seperti apa akan tergambar dalam kontrak kerjasama yang dibuat. Sebab sampai hari ini, kami belum pernah melihat seperti apa kontrak kerjasama pengelolaan Gili Trawangan ini," terangnya.
Menurut dia dengan sisa empat bulan ke depan, pihaknya mengaku pesimis eksekutif akan mampu memenuhi target PAD Gili Trawangan sebesar Rp366 miliar tersebut.
"Target sebesar Rp366 miliar itu menurut kami sangat tidak memungkinkan untuk tercapai. Karena sampai dengan hari ini, realisasinya baru mencapai angka Rp201 juta. Sementara waktu yang tersisa tinggal beberapa bulan, secara logika itu tidak masuk akal," ujarnya.
Terlebih lagi target yang ditetapkan sebesar Rp366 miliar itu merupakan target yang tidak berdasar dan tidak memiliki landasan yang jelas.
"Artinya kalau seperti itu, akan terjadi kejahatan terhadap APBD sebab kita memproyeksikan sesuatu yang tidak jelas. Dan ketika proyeksi pendapatannya tinggi, maka akan berkonsekuensi pada tingginya belanja, sementara realisasinya tidak seperti itu, maka tentu ini akan mengganggu APBD kita," katanya.
Komisi I berharap, Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB dapat mempertanyakan masalah pengelolaan Gili Trawangan ini kepada pihak Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
"Sebenarnya hal ini harus dipertanyakan oleh Banggar supaya ada terang benderang terkait dengan pengelolaan aset Gili Trawangan itu. Jadi kita mendorong Banggar untuk mempertanyakan terkait hal itu. Koq bisa diproyeksikan target sebesar Rp366 miliar. Kalau tidak segera disikapi, ini akan berdampak pada carut marutnya pengelolaan keuangan dan berdampak pada munculnya utang. Kenapa? karena proyeksi pendapatannya tinggi, maka belanjanya juga akan ikut tinggi, sementara kondisi riel di lapangan pendapatan tidak seperti itu. Sehingga ini menjadi tidak singkron dan dapat berakibat fatal bagi APBD kita kedepannya," ucap Sirajuddin.
Sementara itu, Karo Hukum Setda Provinsi NTB, H Ruslan Abdul Gani, menegaskan paska PT GTI tidak mengajukan gugatan terhadap keputusan Pemprov NTB yang telah memutus kontraknya, maka sepenuhnya aset seluas 65 hektar itu kembali ke tangan Pemprov NTB.
"PT GTI itu tidak menggungat, maka permasalahannya sudah selesai dan Gili Trawangan kini sudah kembali sepenuhnya menjadi milik Pemprov NTB. Begitu sudah lewat 90 hari setelah lahirnya keputusan pemutusan kontrak tersebut dan tidak digugat, maka otomatis asset tersebut kembali ke Pemprov," tegasnya.
Paska memutus kontrak dengan pihak PT GTI, Pemprov kemudian melakukan pendataan dan kemudian membangun kerjasama pengelolaan dengan masyarakat.
"Sehingga hal itulah yang menjadi dasar sehingga lahirlah rencana PAD sebesar sekian itu. Dasar hukumnya sangat jelas dan legal bahwa aset itu adalah milik Pemprov dan bentuk pemanfaatannya dalam bentuk kerjasama," tandas Sirajuddin.
Posting Komentar