24 C
id

Gubernur NTB Angkat Bicara Soal Rendah Realisasi PAD Gili Trawangan

Keterangan Foto: Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah.

iteNTB - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Zulkieflimansyah akhirnya angkat bicara terkait polemik rendahnya realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari aset lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) di destinasi wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.


Bang Zul sapaan akrabnya mengakui bahwa merealisasikan target PAD dari pengelolaan lahan seluas 65 hektar milik Pemprov NTB yang berada di kawasan wisata Gili Trawangan tidak gampang.


"Lahan bekas Gili Trawangan Indah (GTI) inikan belum selesai urusannya. Ternyata prosesnya tidak serta merta ketika itu dibatalin langsung bisa sewa ke kita. Ini besok KPK datang lagi ke lapangan dan proses ini tidak gampang. Apalagi GTI masih ajukan protes soal pembatalan HGU sehingga ini butuh waktu dan ini belum selesai," ujarnya di Mataram, Rabu (31/8/2022).


Menurutnya, dengan kondisi seperti itu tentu menarik pendapatan dari pemanfaatan lahan milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tersebut tidak akan bisa dilakukan, jika persoalan hukumnya belum juga tuntas. 


"Ini kan KPK mau datang, Pak Menteri juga mau datang, sehingga mudah-mudahan bisa selesai," terang Gubernur NTB.


Disinggung terkait dasar penetapan PAD Gili Trawangan. Gubernur tidak ingin berkomentar lebih jauh. Dirinya mempersilahkan untuk menanyakan hal tersebut kepada DPRD NTB selaku pihak yang juga menyetujui besaran PAD di kawasan destinasi andalan di NTB itu.


"Coba tanya DPRD atau TAPD," katanya.


Sebelumnya Ketua Komisi DPRD NTB, Syirajuddin menilai target PAD sebesar Rp366 miliar yang direncanakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk kawasan wisata Gili Trawangan di Kabupaten Lombok Utara akan sulit tercapai di 2022.


"Pertanyaan kami, apa yang mendasari atau melatarbelakangi Pemprov, khususnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sehingga berani memproyeksikan target PAD sebesar Rp366 miliar dari objek atau lahan milik Pemprov seluas 65 hektar ini, sementara realisasinya sampai Agustus ini baru mencapai angka Rp201 juta," ujarnya di Gedung DPRD NTB.


Ia mengatakan Komisi I DPRD secara tegas meminta kepada Pemprov NTB melalui Biro Hukum agar dapat memperlihatkan dokumen resmi yang dimiliki oleh Pemprov NTB terkait dengan kepemilikan aset tersebut serta payung hukum yang diterbitkan dalam melakukan pengelolaan aset Gili Trawangan yang memperkuat rencana PAD sebesar Rp366 miliar.


"Regulasi yang mengatur terkait dengan adanya perikatan dan kerjasama dengan pihak pengelola itu harus jelas. Sebab jika tidak ada regulasi yang memayunginya maka bisa jadi itu akan menjadi pungutan liar. Kami sudah pertanyakan hal itu ke Karo Hukum saat rapat dengan Komisi I, namun Karo Hukum belum bisa menjelaskan soal itu. Makanya kami akan agendakan rapat lanjutan terkait dengan masalah ini agar OPD-OPD terkait ini dapat melengkapi dokumennya untuk kita pelajari dan telaah lebih lanjut," ucap Syirajuddin.


Pentingnya mempelajari dokumen atau berkas terkait pengelolaan Gili Trawangan ini, menurutnya, agar dapat dilakukan telaahan secara bersama terkait dengan landasan eksekutif dalam menargetkan PAD yang begitu fantastis tersebut.


"Makanya kontrak kerja itu harus kita pelajari dengan tujuan yaitu bagaimana kita sehatkan kembali APBD ini dengan memproyeksikan secara rasional baik itu pendapatan maupun belanja. Kalkulasi yang dibuat itu seperti apa akan tergambar dalam kontrak kerjasama yang dibuat. Sebab sampai hari ini, kami belum pernah melihat seperti apa kontrak kerjasama pengelolaan Gili Trawangan ini," terangnya.


Menurut dia dengan sisa empat bulan ke depan, pihaknya mengaku pesimis eksekutif akan mampu memenuhi target PAD Gili Trawangan sebesar Rp366 miliar tersebut.


"Target sebesar Rp366 miliar itu menurut kami sangat tidak memungkinkan untuk tercapai. Karena sampai dengan hari ini, realisasinya baru mencapai angka Rp201 juta. Sementara waktu yang tersisa tinggal beberapa bulan, secara logika itu tidak masuk akal," ujarnya.


Terlebih lagi target yang ditetapkan sebesar Rp366 miliar itu merupakan target yang tidak berdasar dan tidak memiliki landasan yang jelas. 


"Artinya kalau seperti itu, akan terjadi kejahatan terhadap APBD sebab kita memproyeksikan sesuatu yang tidak jelas. Dan ketika proyeksi pendapatannya tinggi, maka akan berkonsekuensi pada tingginya belanja, sementara realisasinya tidak seperti itu, maka tentu ini akan mengganggu APBD kita," katanya.


Komisi I berharap, Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB dapat mempertanyakan masalah pengelolaan Gili Trawangan ini kepada pihak TAPD.


"Sebenarnya hal ini harus dipertanyakan oleh Banggar supaya ada terang benderang terkait dengan pengelolaan aset Gili Trawangan itu. Jadi kita mendorong Banggar untuk mempertanyakan terkait hal itu. Koq bisa diproyeksikan target sebesar Rp366 miliar. Kalau tidak segera disikapi, ini akan berdampak pada carut marutnya pengelolaan keuangan dan berdampak pada munculnya utang. Kenapa? karena proyeksi pendapatannya tinggi, maka belanjanya juga akan ikut tinggi, sementara kondisi riel di lapangan pendapatan tidak seperti itu. Sehingga ini menjadi tidak singkron dan dapat berakibat fatal bagi APBD kita kedepannya," katanya.



Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Posting Komentar

Ads Single Post 4