DPRD Panggil Dikbud-BKD NTB Bahas Kisruh 507 Guru Honorer PPPK
Keterangan Foto: Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani saat menerima perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Forum P3K Prioritas (P1) di Gedung DPRD NTB di Mataram, Rabu (7/12/2022). |
iteNTB - DPRD Nusa Tenggara Barat akan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan BKD NTB terkait kisruh 507 guru honorer SMK/SMK baik yang berasal dari sekolah negeri dan swasta yang hingga kini belum terakomodasi sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Yang jelas kami akan memanggil Dikbud dan BKD dan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam PPPK ini pada Rabu pekan depan. Biar semuanya dibuka saja sehingga jelas masalahnya di mana," kata Ketua Komisi V DPRD NTB, Lalu Hadrian Irfani saat menerima perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Forum P3K Prioritas (P1) di Gedung DPRD NTB di Mataram, Rabu.
Ia mengaku Komisi V DPRD merasa prihatin dengan nasib para guru di NTB tersebut. Mengingat para guru honorer ini sudah mengabdi 8 tahun sampai 20 tahun.
"Jangan sampai yang baru mengajar 3 sampai 4 bulan, itu menjadi prioritas. Itu yang kami tidak mau terjadi," ucapnya.
Oleh karena itu, anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Tengah ini berharap BKD dan Dikbud NTB tidak lepas tangan atas nasib para guru SMA/SMK sederajat tersebut.
"Kami minta (Dikbud dan BKD, red) jangan lepas tanganlah. Makanya itu mudah-mudahan saat pertemuan nanti ada solusi sehingga 507 orang guru ini bisa terakomodir dan nasibnya tidak terkatung-katung lagi," ucapnya.
Hadrian tidak menampik yang menjadi problem adanya Permenpan RB yang baru salah satunya pengangkatan mereka harus linier dengan ijazahnya. Sementara memang banyak dari mereka Mapel yang mereka ampu tidak linier dengan ijazahnya. Namun apapun itu, pihaknya akan segera menuntaskan persoalan ini kepada pemerintah. Jika pun ada seleksi P3K lagi yang mereka harus ikuti namun diharapkan pemerintah menjadikan mereka sebagai peserta prioritas.
"Mudah-mudahan an ada solusi terbaik.
Semoga yang 507 ini bisa terakomodir semua," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum P3K Prioritas (P1), I Putu Danny S Pradhana mengatakan tuntutan mereka sederhana, yakni bagaimana para guru honorer yang berasal dari sekolah SMA/SMK sederajat di 10 kabupaten dan kota di NTB bisa diakomodir sebagai PPPK.
"Kami menyuarakan ini karena hingga saat ini status kami belum jelas sebagai PPPK. Padahal kami sudah mengikuti seleksi pasing grade sejak tahun 2021," ujarnya.
Ia mengakui dari 3.930 orang formasi guru yang dibutuhkan, sebanyak 1.373 guru dinyatakan lulus pasing grade. Namun ternyata dari jumlah itu hanya 866 orang guru yang mendapat penempatan dan surat keputusan (SK) dari pemerintah. Sementara, sisanya sebanyak 507 orang sampai sekarang belum juga jelas nasibnya.
"Makanya tuntutan kami cuman satu bagaimana kami bisa diakomodir," ujarnya guru yang mengajar di salah SMA swasta di Kota Mataram ini.
Lebih lanjut Putu mengaku sangat menyesalkan sikap pemerintah yakni Kemendikbudristek, Dikbud NTB dan BKD NTB yang justru membuka formasi baru guru PPPK untuk Prioritas (P2) dan P3 di saat status mereka belum jelas.
"Kami yang 507 guru ini belum jelas diakomodir dalam PPPK, kenapa Kemendikbudristek, Dikbud dan BKD NTB justru membuka formasi baru. Mestinya kan tuntaskan kami dulu baru ke yang yang lain," katanya.
Hal senada kembali diutarakan Guru SMA Swasta di Lombok Barat, Salbiah yang mempertanyakan nasib mereka. Sementara usia mereka sudah di atas 40 tahun dengan rata rata pengabdian 8 tahun bahkan sampai 20 tahun. Yang membuat mereka sedih lagi, guru lain yang hanya berstatus P2, P3 dan P4 (pelamar umum) justru berpeluang diangkat dengan hanya di observasi tanpa melalui tes seperti mereka.
"Umur kami sudah diatas 40 tahun. Dan kami sudah mengabi 8-20 tahun. Kami nyesak melihat P2, P3 bahkan P4 yang hanya melalui observasi akan mendapatkan formasi. Terus bagaimana dengan kami yang sudah lulus pasing grade tahun 2021," ujarnya.
Dikatakannya, NTB salah satu daerah yang formasinya lebih besar dari jumlah yang lulus pasing grade. Sehingga tidak ada alasan Pemda tidak mengangkat mereka.
"Kedua kami mempertanyakan alasan mengapa yang P1 tidak mendapatkan penempatan. Sementara Pemda justru buka formasi P2, P3 bahkan P4 (pelamar umum)," katanya.
Masalah kedua yang mereka hadapi saat ini yaitu mereka masih terkendala MASUK di akun SSCN ASN yang sudah mereka punyai sebelumnya.
"Kami P1 meminta kejelasan payung hukum yang tertuang dalam Permenpan RB. Kami menolak peraturan baru Kemendikbudristek yang digunakan untuk kami yang lulus P1 thun 2021. Angkat dan SK kan kami harga mati," katanya.
Posting Komentar