577.025 Warga di NTB Kesulitan Air Akibat Kekeringan
Keterangan Foto: Distribusi air bersih kepada masyarakat dengan menggunakan mobil tangki. |
iteNTB - Sebanyak 577.025 jiwa warga di 335 desa di Nusa Tenggara Barat mengalami kesulitan air bersih akibat dampak kekeringan parah.
"Sampai dengan 21 Agustus 2023, jumlah warga yang terdampak kekeringan di NTB mencapai 577.025 jiwa atau 163.699 Kepala Keluarga (KK)," ungkap Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, Ahmadi di Mataram, Rabu.
Ia mengatakan 577.025 jiwa ini tersebar di 335 desa, 70 kecamatan yang ada di sembilan kabupaten dan kota di NTB, mulai dari Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima.
"Dari 10 kabupaten dan kota di NTB, hanya Kota Mataram saja yang tidak terdampak kekeringan," ujarnya.
Ahmadi menjelaskan upaya untuk membantu warga yang terdampak kekeringan tersebut, pihaknya bersama kabupaten dan kota sudah mendistribusikan air bersih.
"Distribusi air oleh kabupaten dan kota ini sudah dilakukan sejak awal kekeringan dari bulan Juni, Juli, Agustus. Artinya sudah hampir tiga bulan mereka secara mandiri mengirim air tangki. Nah sekarang ini untung saja kita dibantu oleh BWS, Kementerian PUPR," terang Ahmadi.
Menurut dia, jika melihat masa kekeringan di NTB saat ini sudah mengalami eskalasi menuju puncak kekeringan yang diperkirakan terjadi pada bulan September hingga Oktober 2023.
"Memang terasa betul kita saat ini terutama kawasan yang tidak memiliki potensi air permukaan, tidak memiliki sumber air tanah yaitu sumur dangkal atau sumur bor. Atau kawasan- kawasan yang tidak memiliki jaringan pipa PDAM atau pipa span desa," ujarnya.
"Nah ini yang paling menderita betul dengan El-Nino saat ini. Jadi kita harus bawakan air pakai tangki air atau pakai kapal untuk gili-gili sepeti di kawasan Lombok Selatan atau di Sumbawa, Bima, dan Dompu di sana ada kawasan kawasan yang tidak memiliki air bersih," sambung Ahmadi.
Ahmadi menambahkan untuk ketersediaan air bersih di wilayah itu masih ada, seperti sumur - sumur, mata air atau yang di ambil dari milik PDAM. Hanya saja yang menjadi persoalan biaya untuk pengangkutan air-air tersebut.
"Yang pokok itu biaya untuk mengangkutnya karena ini kita antar ke tempat yang terpencil, yang tidak memiliki air. Itu harus ada uangnya. Kalau kita mau tuntaskan dibutuhkan sebanyak Rp40 miliar, tapi kan bukan berarti semuanya ditanggung oleh provinsi saja, artinya semuanya dibagi rata, Kementerian PUPR BNPB, CSR perusahaan dan ada orang-orang yang kepengen nyumbang sehingga dibagi rata," katanya.
Posting Komentar