24 C
id

Aktivis Perempuan dan Anak Desak Gubernur NTB Urungkan Peleburan DP3AP2KB

Keterangan Foto: Puluhan aktivis perempuan dan anak yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Barat hearing dengan anggota DPRD NTB untuk menolak rencana Gubernur Lalu Muhamad Iqbal yang ingin melebur Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Rabu (9/4/2025).

iteNTB - Puluhan aktivis perempuan dan anak yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Barat menemui anggota DPRD NTB untuk menolak rencana Gubernur Lalu Muhamad Iqbal yang ingin melebur Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) ke dalam Dinas Sosial atau Dinas Kesehatan.


Dalam hearing dengan sejumlah anggota DPRD NTB para aktivis perempuan menilai penggabungan tersebut bukan menjadi solusi mengatasi persoalan anak dan perempuan. Namun, merupakan kebijakan mundur dalam upaya melindungi perempuan dan anak di NTB. 


"Ide penggabungan atau peleburan DP3AP2KB ini, adalah kesalahan besar yang tidak diantisipasi sebelumnya. Bagaimana NTB bisa makmur mendunia jika masalah perempuan dan anak dicampuradukkan dengan urusan sosial dan kesehatan yang terlalu luas cakupannya," kata Perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB, Nur Jannah di Kantor DPRD NTB, Rabu (9/4/2025).


Ia menduga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui timnya sama sekali tidak melakukan kajian mendalam terkait rencana peleburan tersebut. Karena, menurut 

Nur Jannah, masalah perempuan dan anak tidak bisa dipandang hanya sebagai persoalan sosial semata. Tetapi juga menyangkut hak asasi manusia (HAM) yang harus mendapatkan prioritas.


Terlebih, saat ini, angka perkawinan anak di NTB meningkat drastis dari 16,23 persen pada tahun 2022 menjadi 17,32 persen pada tahun 2023. Kondisi ini jauh di atas rata-rata nasional yang justru menurun menjadi 6,92 persen.


Selain itu, pada tahun 2022 tercatat 1.022 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan 672 kasus di antaranya melibatkan anak-anak.


"Angka-angka ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Kalau DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan menangani persoalan ini secara khusus dan terkoordinasi?” tukasnya.


"Jadi, enggak ada logika yang bisa masuk jika DP3AP2KB digabungkan. Ini menyangkut tubuh, nyawa dan anak. Maka, pilihannya adalah harus diperkuat," sambung Nur Jannah. 


Sementara Direktur LPSDM NTB, Ririn Hayudiani menyoroti peran strategis DP3AP2KB terancam terhapus akibat isu efesiensi anggaran.


DP3AP2KB merupakan dinas utama dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai amanah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. 


Menurutnya, DP3AP2KB menjadi penggerak utama dalam penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG) serta peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di NTB.


"IPG dan IDG NTB masih berada di bawah rata-rata nasional. Jika DP3AP2KB dilebur, siapa yang akan mengawasi pencapaian ini? Peleburan ini jelas-jelas mengabaikan amanah dari Inpres Nomor 9 Tahun 2000," terang Ririn.


Saat ini, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) juga di bawah naungan DP3AP2KB menjadi tumpuan utama dalam menangani dan melindungi korban kekerasan. Namun, dengan peleburan ini, kinerja UPTD PPA akan semakin terganggu dan tidak efektif.


Ririn mengingatkan bahwa DP3AP2KB adalah OPD yang tidak bisa digabungkan. Sebab, urusan wajibnya dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan sangat berbeda.


Sebab, pemerintah Indonesia telah menandatangani ratifikasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak sesuai piagam PBB. 


Untuk itu, sudah menjadi kewajiban dan komitmen negara melindungi hak perempuan, anak hingga kaum rentan tersebut.


"Bagaimana NTB bisa makmur mendunia sesuai visi-misi Pak Gubernur manakala kelompok rentan, perempuan dan anak enggak diperhatikan. Jujur yang ada, kami khawatir nanti yang ada kita malah diolok-olok bangsa lainnya jika kelompok rentan perempuan tidak diperhatikan," tegasnya.


Dikatakannya DPRD NTB sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dapat dengan serius mengawal ranperda perampingan OPD Pemprov yang diajukan eksekutif.


Mengingat, penggabungan DP3AP2KB itu, adalah sebuah kemunduran pemerintahan Iqbal-Dinda. 


"Ingat, NTB ini adalah wilayah yang darurat seksualitas. Ini harusnya jadi alarm dan kajian terlebih dahulu sebelum menyusun sebuah regulasi berupa ranperda itu. Apalagi, jika digabung dengan Dinas Sosial yang hingga kini belum mampu mengurusi data PKH yang hingga kini masih amburadul," jelas Ririn Hayudiani.


Menjawab hal itu, Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda yang didampingi Anggota Komisi V Didi Sumardi mengatakan bahwa dirinya sedari awal tidak sependapat jika DP3AP2KB digabung bersama Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan. 


Sebab, hingga kini NTB memang belum menjadi daerah yang ramah perempuan. Karena itu, hal tersebut perlu didobrak agar bisa menjadi provinsi yang ramah perempuan dan anak. 


"Kalau mau jujur, saya sudah berstatemen menolak DP3AP2KB untuk digabungkan. Tapi kewenangan mutlak ada di kepala daerah dalam hal ini Pak Gubernur. Nanti, kita cermati draft perampingan OPDnya dan baru kita bersikap secara kelembagaan," ujar Isvie. 


Isvie mengaku bahwa pascadirinya mengeluarkan pernyataan ke publik terkait penolakan DP3AP2KB digabungkan. Gubernur Lalu Muhamad Iqbal menghubunginya secara langsung. 


"Intinya, Pak Gubernur ingin ketemu dan menjelaskan alasannya untuk penggabungan itu. Salah satunya, agar persoalan perempuan dan anak yang minim pendanaan bisa langsung di eksekusi penanganan oleh Dinas Sosial begitu ada kasus muncul," kata Isvie. 


Oleh karena itu, ia menyarankan agar Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB, untuk melakukan "hearing" dengan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal.


Hal itu, lantaran Gubernur juga butuh banyak masukan terkait masalah anak dan perempuan di NTB.


"Kita harus pahami. Pak gubernur kita kan baru datang ke NTB setelah lama berkarir di Jakarta dan negara-negara di dunia. Maka, saya kira masukan kawan-kawan organisasi perempuan penting menjadi bahan beliau untuk membuat kebijakan yang lebih baik kedepannya," ungkap Isvie.


Anggota Komisi V DPRD NTB Didi Sumardi memastikan akan mengundang khusus perwakilan Aliansi Pemerhati Perempuan dan Anak NTB saat pembahasan ranperda perampingan OPD manakala sudah masuk usulannya ke DPRD NTB. 


"Kami butuh banyak masukan kawan-kawan dalam rangka perbaikan draf ranperda perampingan OPD kedepannya," ucapnya.


Postingan Lama
Postingan Lebih Baru

Posting Komentar

Ads Single Post 4